Sunday, August 28, 2022

People Pleaser, Itukah Kamu?

Siang tadi (27/8), aku mengikuti webinar yang diadakan oleh Bincang Jiwa dengan tema seputar "people pleaser". Narasumber yang didatangkan adalah seorang psikolog, kak Syahrani.

Materi yang disampaikan cukup banyak dengan cakupan pembahasan yang relate dengan apa yang sering kita temui dan kita rasakan. 

People pleaser sendiri diartikan sebagai orang-orang yang memprioritaskan orang lain dibanding dirinya sendiri, bahkan ketika itu merugikan dirinya sendiri juga tidak menjadi masalah.

Bersikap ingin menyenangkan orang lain dengan cara selalu memenuhi apa yang orang lain minta, ternyata tidak selalu perlu untuk dilakukan. Mungkin memang dari luar akan terlihat seperti hubungan bantu-membantu. Tapi setelah itu berlangsung lama akan ada banyak hal yang menjadi akibatnya. Let's say; akibat yang cenderung kurang baik, entah itu bagi yang membantu atau pun yang meminta bantuan.

Misalkan, sebgaian besar dari kita tentu pernah merasakan ketika ada orang lain yang meminta bantuan kepada kita, kita sungkan atau tidak enak-an untuk menolaknya, dan tentunya dengan alasan yang beragam pula. 

Sekilas memang itu perilaku yang baik. Tapi pernah tidak, saat kita mau membantu mereka, ada hal-hal lain yang harus kita korbankan. Yang lebih parahnya adalah apabila mereka ini sebetulnya tidak dalam kondisi yang perlu-perlu amat untuk menerima bantuan. Dan akhirnya, prioritas/kebutuhan kita pribadi menjadi tidak terpenuhi karena mendahulukan orang lain yang di luar tanggung jawab kita.

Baca juga : Realitas di Usia 20-an

Kak Rani juga sempat menjelaskan bahwa ada beberapa motif mengapa terdapat orang-orang yang 'terjebak' untuk menjadi people pleaser. Di antaranya adalah:

  • Dia perlu validasi tentang keberadaannya, sehingga dia perlu untuk tampil di depan orang banyak. 
  • Adanya trauma masa kecil, seperti tumbuh dalam keluarga yang tidak membiasakan komunikasi, memberikan apresiasi, yang pada akhirnya membuat dia haus akan semua itu.
  • Kurang terbentuknya self-esteem dalam dirinya. Dia merasa tidak berharga sehingga mempersilakan orang lain memegang kendali atas dirinya.

Kebiasaan tersebut perlu untuk diperbaiki. Menjadi people pleaser tidak seharusnya kita lakukan hanya karena tidak enak-an dengan orang lain. Salah satunya ialah dengan setting boundaries. Kita perlu membangun batasan antara diri kita dengan yang lain. Sehingga perlahan mereka pun akan tahu batasan-batasan apa yang kita punya. 

Itu bukan berarti memutus hubungan sosial dengan yang lain, ya. Tapi seperti menciptakan aturan atas diri kita tentang apa dan siapa saja yang berhak masuk ke dalam 'wilayah' kita.

Analoginya adalah jika sebuah rumah diberi pagar untuk melindungi sekaligus membatasi antara rumah kita dengan kondisi di luar, mengapa tidak dengan diri kita sendiri?

2 comments: