Friday, August 26, 2022

Review Buku "Berjalan Jauh", Karya Fauzan Mukrim

Akan ada banyak hal saat kita melakukan perjalanan ke suatu tempat. Kita akan banyak menemukan hal-hal baru yang sedikit/banyak akan memengaruhi cara pandang kita terhadap sesuatu. Namun dalam menangkap pesan-pesan tersebut, kita tidak selalu bisa melakukannya. Bahkan terkadang dari hal-hal yang telah kita temui sehari-hari, kita masih luput untuk menangkap pesan apa yang dimaksud.


Buku dengan judul "Berjalan Jauh" ini mengantarkan kita untuk sedikit lebih peka terhadap apa yang ada di sekitar kita. Sebuah buku yang ditulis oleh Fauzan Mukrim, seorang jurnalis yang pernah bekerja di stasiun tv swasta. Dicetak pada tahun 2018 dan diterbitkan melalui penerbit Katadepan.

Tampilan buku ini merupakan pesan-pesan kehidupan yang diberikan oleh penulis kepada anaknya. Diambil dari pengalaman sehari-hari yang dilalui oleh penulis. Karena itu, saat membacanya pun dapat terbawa suasana seolah sedang mendengarkan kisah serta nasihat dari seorang ayah. 


Pada bagian "Hikayat Kaktus dan Pohon Jati" (hal. 17) terdapat pesan yang menurutku sangat dalam maknanya:

"Pohon jati juga tanaman yang adaptif. Namun, agar bertahan di musim kering, pohon jati harus menggugurkan sebagian bahkan hampir seluruh daunnya. Kita kaktus, Nak. Itu artinya kita akan bertahan tanpa harus mengabaikan atau menganggap yang lain tidak penting".

Kondisi yang digambarkan tersebut merupakan pengingat agar kita tidak terjebak dalam sikap yang provokatif, mengorbankan orang lain untuk menyelamatkan kepentingan diri sendiri. Betapa banyak kasus yang terjadi, di mana saat berada dalam situasi yang sulit, bergegas untuk mengamankan diri sendiri dengan bertindak kejam terhadap yang lain.

Link Shopee buku Berjalan Jauh : https://shope.ee/1L4onBbLBU


Kemudian juga terdapat pesan yang tidak kalah menarik pada bagian judul "Balapan Sepeda" (hal. 207). Penulis menjelaskan perihal sebuah kemenangan yang seringkali membuat kita lalai dan berbangga berlebihan. Dalam ceritanya, penulis memberikan contoh pembalap asal Slovenia, Luka Pibernik. Ketika Pibernik berhasil melewati garis finis, ia beraksi melepas tangan dengan mengangkat keduanya sebagai bentuk perayaan kemenangan. Penonton pun memberikan sambutan gemuruh tepuk tangan kepadanya.

Namun ternyata, garis yang baru saja dilewatinya (yang disangka garis finis) masih memperlukan satu lap atau sekitar enam kilometer lagi. Posisi yang sebelumnya berada di baris paling depan, telah disalip oleh ratusan pembalap lain. Kemenangan dan kebanggaan yang sebelumnya sudah sangat dekat ia rasakan, justru beralih menjadi rasa malu dan penyesalan. Sehingga ia berakhir menempati posisi ke-148.


"Begitulah, Nak. Sekiranya pun kau menganggap dirimu sudah memenangi sebuah perlombaan, jangan terlalu cepat merayakan. Biasakan tengok kanan kiri dulu. Karena kehidupan kadang punya cerita bercandanya sendiri. Dan itu tidak selalu lucu buat kita". Pesan penulis untuk menutup kisah tersebut.

Pada salah satu babnya, penulis mengatakan, bahwa pada akhirnya berjalan jauh bukan selalu soal seberapa jauh kita telah pergi, namun seberapa dalam kita bisa menemukan diri di mana pun kita berada. 

0 comments:

Post a Comment